Foto

Foto
Drs.Mursal.M.Ag

Selasa, 30 Maret 2010

MELIHAT AURAT MELALUI MEDIA

A. Latar Belakang
Sinetron (sinema elektronika), belakangan nampak begitu marak, bahkan merupakan salah satu tayangan unggulan dan idola masyarakat. Sinetron, yang pada awalnya dimaksudkan upaya alternatif mengatasi lesunya dunia perfilman --khususnya di Indonesia-- ternyata mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat.
”Demam” sinetron merebak. Tidak hanya melanda ibu-ibu rumah tangga --yang dalam kesehariannya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah--, tetapi juga melanda berbagai lapisan masyarakat. Terbukti, pada jam-jam tayang sinetron tertentu, pecandu sinetron berkerumun di depan televisi. Tidak saja di rumah-rumah, sebagaimana lazimnya, tetapi juga di warung-warung, di ruang-ruang tunggu, di perkantoran, sampai ke perpustakaan, pemandangan yang sama dapat disaksikan. Padahal, di antara sinetron-sinetron yang ditayangkan tidak sedikit yang mempertontonkan aurat.
Masalah ini menarik untuk dikaji bila dihubungkan dengan hukum Islam. Bolehkah melihat aurat orang lain melalui layar?

B. Hukum Menonton Tayangan Porno
Apabila dilacak dalam literatur hukum Islam, akan ditemukan ungkapan yang unik. Dalam `I’ânah al-Thâlibîn, misalnya bahwa melihat wanita melalui cermin atau air tidak dilarang. Alasannya, gambar yang terlihat hanyalah bayangan. Cuma saja, disyaratkan tidak disertai syahwat.
Melihat aurat orang lain, apalagi lawan jenis, memang, dilarang (kecuali dalam keadaan tertentu, seperti mengobati). Hal ini disepakati ulama berdasarkan beberapa dalil di antaranya:
قل للمؤمنين يغضّوا من أبصارهم ويحفظوا فروجهم … وقل للمؤمنات يغضضن من أبصارهنّ ويحفظن فروجهنّ (النور: 30 – 31)
Katakanlah pada laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka melarang pandangannya dan memelihara kemaluannya… . Dan, katakanlah kepada wanita yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. (QS. al-Nur: 30-31)
Hadis Nabi SAW. :
عن عبد الرحمن بن أبي سعيد الخدري عن أبيه أنّ رسول الله  قال: لا ينظر الرجل عورة الرجل ولا تنظر المرأة عورة المرأة … (رواه المسلم )
Dari ‘Abd al-Rahmân ibn Abî Sa’îd al-Khudrî dari bapaknya bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Seseorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain dan begitu juga perempuan, tidak boleh melihat aurat perempuan lain.” (HR. Muslim)
Akan tetapi, lain halnya dengan melihat aurat melalui layar atau film. Sepanjang pengetahuan penulis, tidak ada larangan yang tegas dari al-Qur`an maupun hadis Nabi berkenaan dengan masalah ini.
Dari segi ini, tidak ada alasan untuk mengharamkan melihat aurat melalui layar atau film. Namun, jika dicermati lebih jauh, agaknya, akan lebih bijak jika tinjauan dalam masalah ini tidak hanya berfokus pada ada atau tidaknya dalil yang melarang, melainkan lebih menitikberatkan pada efek dari perbuatan tersebut (al-nazhr fî al-m’âlât).
Melihat aurat orang lain dalam hal-hal yang bersifat darurat, seperti dikatakan oleh Yûsuf al-Qaradhâwî, memang dibolehkan, umpamanya dalam proses pengobatan, dengan syarat tidak dibarengi dengan syahwat. Apabila pandangan disertai syahwat, lanjut al-Qaradhâwî; maka kebolehan tersebut bisa hilang demi menutup pintu bahaya atau sadd al-dzarî’ah. Demikian juga dengan kebolehan memandang pada lawan jenis (bukan auratnya), jika diiringi dengan syahwat, maka kebolehan itu menjadi hilang.
Syahwat, memang, merupakan salah satu faktor penting dan penunjang tejadinya perbuatan cabul (zina). Karenanya, kebolehan memandang dalam dua kasus di atas berlaku selama tidak ditunggangi syahwat. Maka dalam hal ini syahwat dijadikan sebagai ‘illah (penyebab) larangan. Sebab, orang yang dilanda syahwat yang bergejolak dikawatirkan akan terdorong melakukan perbuatan cabul.
Persolannya, apabila dihubungkan dengan melihat aurat melalui layar atau film, apakah hal itu mungkin akan membangkit syahwat seseorang? Menurut Joon Sumargono (fakar sains bidang epedemologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) sangat mungkin bagi orang yang normal, apalagi yang ditonton tayangan yang betul-betul porno. Karena, gambar yang diperoleh melalui syuting film, lanjut Joon, bisa sangat sempurna dan menyerupai aslinya.
Pertanyaan selanjutnya, apakah salah apabila seseorang melihat tayangan yang memperlihatkan aurat kemudian syahwatnya bangkit? Barangkali, tidak selamanya salah. Apalagi jika syahwat tersebut disalurkan pada tempat yang semestinya (istrinya yang sah). Akan tetapi jika dilihat dari segi ushul fikih, menonton tayangan yang memperlihatkan aurat adalah sebab (kausa), sedangakan syahwat adalah musabab (efek atau akibat)nya. Dengan demikian menonton tayangan yang memperlihatkan aurat, apalagi film porno, hukumnya juga tidak boleh.
Logikanya, menonton tayangan porno diduga keras akan membangkitkan syahwat. Sementara orang yang syahwatnya bergejolak dikhawatirkan akan mendorongnya melakukan zina --apalagi bagi orang yang tidak memiliki saluran yang sah-- atau paling tidak akan merusak fikirannya, lebih-lebih bagi anak-anak remaja dalam kondisi jiwa yang masih labil.
Fakta menunjukkan, berdasarkan pemberitaan beberapa media cetak, bahwa kasus perzinaan dan pemerkosaan, di antaranya, banyak yang disebabkan syahwat yang tidak terkendali sebagai reaksi dari menonton film atau VCD porno dan sejenisnya. Dalam kaitan ini, agaknya patut dikemukakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sarlito Wirawan Sarwono (Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia) terhadap 101 mahasiswa (di beberapa perguruan tinggi di Jakarta) yang melakukan kontak seksual di luar nikah. Data menunjukkan, 89 orang (88,1 %) mengaku pernah melihat buku/majalah porno.
Sayangnya, Sarlito tidak menjelaskan presentase berapa besar pengaruh melihat gambar porno terhadap terjadinya perbuatan zina. Meskipun demikian, dapat diduga bahwa melihat gambar porno dapat merangsang seseorang untuk melakukan perbuatan cabul, bahkan –bisa-- pada tingkat yang terburuk, zina. Harus diingat, yang dilihat oleh responden dalam penelitian Sarlito di atas adalah gambar “mati”. Kalau dengan melihat gambar –mati—yang seronokpun bisa memberi dorongan negatif bagi yang melihatnya, maka melihat melalui layar (gambar hidup) akan jauh lebih berbahaya. Agaknya, hal inilah yang membuat para psikolog selalu cemas, ketika pornografi beredar, dan meminta pihak-pihak yang berwenang mengambil tindakan untuk menghindari pengaruh negatif yang ditimbulkannya.
Memang harus diakui, seberapa besar pengaruh melihat tayangan seronok terhadap terjadinya perbuatan cabul –secara matematis-- masih membutuhkan penelitian yang lebih mendalam. Tetapi, dalam upaya antisipasi (ihthiyâthî) maka perbuatan tersebut harus dilarang.

B. Simpulan
Pada dasarnya tidak ada larangan yang tegas tentang hukum menonton tayangan atau gambar ”panas “ dan sejenisnya. Namun perbuatan tersebut harus dilarang demi menghindari akibat buruk yang akan ditimbulkannya (berdasarkan dugaan kuat), yang akan merusak akhlak umat, khususnya generasi muda.
Wallah a’lam bi al-shawaf

3 komentar:

  1. Tentang aurat di media, saya bantu saudara dengan penulisan saya yang saya rincikannya di sini :

    http://yukioharuaki.strikingly.com/blog/hukum-melihat-aurat-yang-bukan-hakiki

    Silakan semak

    BalasHapus
  2. Manakala tentang syahwat, tidak boleh kita pantas mengatakan itu dosa secara mutlak. Perkara ini perlu dilihat dengan teliti. Silakan semak perinciannya di sini :

    http://yukioharuaki.strikingly.com/blog/adakah-rasa-syahwat-itu-sendiri-merupakan-dosa

    BalasHapus
  3. How to earn a casino bonus at a casino? | JtmHub
    So, if you 울산광역 출장안마 are looking 포천 출장마사지 to 강릉 출장마사지 earn $200 on slots, chances are you're looking for a casino 안산 출장안마 bonus of $300. 용인 출장샵 That's the deal,

    BalasHapus